JOURNAL OF SOLITUDE

Solitude is my idea, to meet God

Kamis, 29 Desember 2016

Puisi Juara 1 PEKSIMIDA XIII Jawa Tengah 2016

SURAT SURADENTA KEPADA SURATANI

/ Aku menyambut kedatanganmu
Bertahun-tahun kita tanam kesetiaan pada batin pasangan pengantin
Telah kujaga perempuan bersanggul ronce melati
Masuklah, Suratani. Tentu keluarga menerima lelaki yang kau antar
Ke jalan berhias umbul mayang untuk memulai kasih sayang

Akulah Suradenta, perempuan penerima hantaran besan
Mengulurkan tangan kepadamu sebelum waktu menggetarkan janji paling alastu
Terus saja kau ajukan pertanyaan yang jawabannya sudah bisa kuterka
Di nyalang mataku berisi brenong kepang (kita mengenalkan gerabah yang tidak bisa diubah
Kau mengira berapa jumlah anyaman saling tindih, dan batok kelapa berpaut sepatah kayu
: sebagai bekal membangun sudut dapur)
Apa yang kau bawa bersama rombonganmu akan kami terima
Tetapi periksalah bahumu kembali, barangkali ada yang tertinggal di sebuah persinggahan
Termasuk pesan dan kebahagiaan.

Suratani, suratan memang telah tergurat di langit yang menyimpan buku-buku takdir
Kita menerka tentang aksara sebagai pertanda
Lalu merawat ruwatan biar nasib perjodohan tidak ada habisnya mendatangkan sabda

Senang, Suratani. Aku senang menerima hantaran
Memunguti satu persatu barang bawaanmu
Menandu rindu pengantin yang belum selesai menadahkan amin

Lupa. Ah aku melupakan jumlah anak dalam tiap dua keluarga
Mestinya kita tidak menerka berapa si sulung berapa si bungsu
Toh, banyolan kita yang ranum tetap laku.
Katamu, “Hai Suradenta.
Ini bukan lelucon yang mau menasihati siapapun!”

/ Rekaguna diserbu warga
Apa salah Gunareka, Suratani?
Pada hitam bajunya menyimpan segudang bekal hidup sampai mati
Halaman rumah tidak terlalu rimba untuk dilewati
Sepikul harga diri telah dijunjung tinggi, berisi ilir semilir dari segala penjuru.
Setangkup kusan yang bisa telungkup dan telentang bersedia menanak peristiwa
Masih kau bertanya tentang cething yang begitu menerima?
Demikianlah selembar tampah telah menampi sepi dan makna
Cekung siwur senantiasa utuh dan tidak menabur takabur
Sebab hidup perlu dicurah pada kalo agar laku memilih adab atau biadab
Cobek beserta anaknya ikut serta, menghaluskan bumbu dari gerus kehormatan
Sebilah irus dalam buai tangan perempuan mengurus banyak peluk dan ciuman
Ayunan tangkai centong lebih memilih untuk menjamah nasi
Dari seikat padi yang tiada habis-habisnya ditumbuk setiap habis subuh
Sebab rezeki bukanlah kesunyian Gusti Pangeran.

Aih. Sialan!
Segalanya lenyap dihadang pedang wlira. Gunareka berlari kemana?
Gerabah-gerabah berserapah.
Rekaguna—pembegal dengan parang melintang dan mengancam
Dikejar massa.

/ Kita telah membegal waktu
Pukullah bambu calung sekarang! Serupa titir yang memelintir bahaya
Aku menyaksikan orang-orang membegal Rekaguna
Mengajariku bagaimana merampok dari perampok
Tidak ada hubungannya antara usia orang dengan banyaknya barang yang direbut

Ah Suratani, akulah Suradenta
Perempuan berselendang gurau yang menari-nari sebelum pergi
Semoga brenong kepang bukan hanya barang rebutan
Sebab orang-orang telah memilih bumbu instan.

UMK, 28/07/2016

Tidak ada komentar:

Posting Komentar