Sajak
Farikhatul ‘Ubudiyah
Jam Dinding
Aku punya satu jam dinding di kamar
Setiap
malam menjelma hantu
Dari tiktoknya terlahir roh baru
Malam
itu, tiba-tiba ia meminta makan
Aku
melarangnya, sebab makan tengah malam
hukumnya
haram
Jam
tidak lagi bicara soal waktu
Jam
cumalah pertanda dibaliknya ada penunggu
Jam,
lagi-lagi ingin segera membunuhku?
Sambil
menyembunyikan jantungku
Segala
resah kupintal jadi sesah
Dengan
menghisap nestapa
Jam yang
binasa
Aku
berdoa,
Semoga
arwahnya kembali sebelum pagi
Purwokerto, 29 April 2015
Malam
Paling Cahaya
Berkacalah
di tepi kolam rumahku
Semoga
cahaya jatuh ke dalamnya
Lihat
juga wajahmu dari kaca jendela kamarku
Pasti
ada belantik yang menusuk tubuhmu
dengan warna
bianglala
Juga,
pasang bola matamu ke lampu taman yang kesepian
Ada ruh
terjatuh di kelopak bunga padma
Percayalah,
cahaya adalah bias air mata
Mengalir dari tebing-tebing batin
yang paling nisbi
Purwokerto, 03 Februari 2015
Sore
Segala
rahasia telah kutumpahkan kepada perahu-perahu,
angin, pasir, dan langit magenta
kulihat hatimu terapungapung di muara
aku
segera bertanya padamu tentang arah barat
biar kita makin fasih melewati usia cahaya
ayolah pergi, laut sudah tidak mau memberi jarak
usah meninggalkan
pesan apapun pada dedai ombak
maka
segala yang berkecibak, hanya nelayan yang bisa merombak
menjadi
doa
Kebumen,
03 Mei 2015
Perjamuan
Aku akan
bercerita ihwal sebuah pesta
Kebahagiaan
hanyalah milik juru masak yang seharian merenung di dapur
Biji
pala dipenggal, menimang segala cela yang harus dicerna
Bubuk
merica makin gelisah, mengarungi segala resah kuah
Kutuang
kentang dipotong dadu, cincang ayam kubuat kaldu
Kepada
sup, jadilah. Ke dalam mangkuk tercurahlah
Ini,
kuletakkan hatiku biar menggoda lidahmu
Lewat ujung sendok yang kautanam
Sebelum kaulumat sampai lembut
Semantara
entah kapan api tungku tuntas memberiku luka
Bahkan
kuah santan berona cakrawala
Meleleh,
tidak juga mengajari orang-orang merasakan kenyang
Purwokerto, 05 Mei 2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar