Entah yang keberapa kalinya kau melesat. hilang
entah kemana. sedangkan ranting-ranting bambu tidak pernah mendesau, menangis,
atau pun berteriak: memanggil namamu. dan aku harus menjelma bulan, agar bisa
menyalakan malam yang demikian menyayat nadiku: dengan ilalang yang menusuk
malam. dan angin yang menjelma petir. mengoyak jantungku; sampai berebut nyawa
dengan Izrail.
Aku harus menyusuri jalanan sunyi, yang dihiasi nyala
pucat, seperti di tepi gerbang rumahmu.
Purwokerto, Mei 2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar