JOURNAL OF SOLITUDE

Solitude is my idea, to meet God

Selasa, 25 Februari 2014

Sekali Lagi, Menyoal Cinta pada Remaja





Remaja mana sih, yang nggak pernah ngerasain jatuh cinta? Pasti semua orang ya pernah lah. Atau, bahkan sering ya. Karena, rasa itu emang sebuah fitrahnya manusia. Pernah denger nggak lagu yang syairnya kayak gini;

Rasa cinta pasti ada
Pada makhluk yang bernyawa
Dari dulu hingga kini
Tetep suci dan abadi
Takkan hilang selamanya
Sampai datang akhir masa
Renungkanlah....!!!

Elo tau nggak lagunya? Kalau nggak, ya amati aja deh syairnya. Perasaan cinta nggak Cuma ada pada manusia doang. Tetapi semua makhluk yang masih hidup, yang masih bernyawa, dan masih normal. Tentu punya rasa cinta. Saking abadinya rasa cinta, kalau mau dibahas tiga hari tiga malem berturut-turut ya nggak akan pernah habis. Pokoknya mau tiap hari ngebahas cinta mulu, nggak akan pernah habis tuh cerita.

Apalagi nih, remaja yang lagi punya ketertarikan lawan jenis. Wa waaw.. Mau cerita apa aja tiap hari tentang seorang yang disukai itu ya, kayaknya nggak bosan-bosan. Ya karena itulah cinta.

Perasaan itu timbul dikarenakan adanya perikan yang dititipkan dari Sang Maha Cinta dong tentunya. Yaitu, ar-rahman yang atinya Maha Pengasih, dan ar-rahiim yang artinya Maha Penyayang. Itulah asal muasal cinta berada pada makhluk yang bernyawa. Bahkan tumbuhan sekalipun (bernyawa kan).

Elo jatuh cinta? Wajar aja dong. Yang nggak wajar adalah ketika elo nggak pernah ngerasain jatuh cinta itu sendiri. maka kalau begitu, satu kata yang harus gue ucapin; “kasian deh elo”. Heheey.

Yup. Jatuh cinta atau fall in love itu, haruslah kita mengerti apa sih maknanya. Satu pertanyaan buat elo. Kenapa kata jatuh berada di depan kata cinta? Jatuh kan melambangkan sebuah kesakitan dan keterpurukan. So, apakah kalau ngerasa cinta lalu akan membuat kita sakit yang dikarenakan jatuh itu?

Ya emang sih, kalau lagi awalnya cintaaa banget sama seseorang, membuat segala sesuatu menjadi indah. Coba aja liat orang yang biasanya cemberut mulu. Kalau dia lagi waktunya jatuh cinta, mesti wajah merekah, marah tak lagi meruah, dan sebagainya.

Tapi, coba aja liat orang yang lagi putus cinta, aw! Senyum digulung, nyebelinnya minta ampun. Beda banget dan sangat kontras. Dan, itulah betapa dahsyatnya cinta.

Ya, wajar sih wajar. Akan tetapi, bila elo lagi ngerasa jatuh cinta atau lagi putus cinta, juga yang wajar-wajar aja. Kan yang sedang-sedang itu indah. Wkkk. Sebenernya sih, dalam hadits Rasulullah saw. bersabda,

“Cintailah apa yang kamu cintai sewajarnya saja, karena bisa saja suatu saat nanti ia akan menjadi orang yang kamu benci. Bencilah yang kamu benci juga sewajarnya saja, karena bisa saja suatu saat nanti ia akan menjadi kekasihmu.” (HR. Tirmidzi)

Nggak usah lah terlalu lebay untuk mencintai dan membenci seseorang. Elo mungkin lagi ngejalanin pacaran sama seseorang. Mungkin saat ini elo ngerasa cinta dan suka banget sama dia. Pertanyaannya: apakah elo yakin, cinta yang elo jalin itu akan langgeng terus, sampai pada pernikahan dan langgeng sampai mati dan sampai akhirat? Belum tentu.

Terus buat elo yang ngerasa ada seseorang yang elo anggap sebagai musuh bebuyutan. Apa iya, selamanya akan begitu? Siapa tahu suatu saat dia akan menjadi kekasihmu di dunia sampai akhirat. So so lah..

Gue juga masih teen. Dan, gue juga punya perasaan begitu. Terkadang, ngerasa risih deh kalau ada pasangan sejoli yang lagi mojok (mojok nggak berarti di pojok). Aduh, kayaknya kok jauh banget dari yang namanya ajaran Islam. Kalau elo cinta, boleh lah cinta. Elo pacaran, boleh lah pacaran. Tapi, cinta dan pacaran yang bagaimana dulu yang diperbolehkan? Nggak hanya agama saja yang membentengi. Ada etika sosial, etika budaya, juga ada norma yang harus elo sadari.

Dalam Al-Qur’an Allah Berfirman, “dan janganlah kamu mendekati zina. Sesungguhnya zina itu perbuatan yang keji dan suatu perbuatan yang buuk” (QS. Al-Isra: 32)

Nah ngedeketin aja udah nggak boleh. Apalagi sampai melakukannya. Makannya, kalau cinta, ya jaga diri lah. Tau diri lah. Ya jaga kehormatan elo, dan kemuliaan elo. Jangan sampai deh, elo nista gara-gara cinta. Adaw!

Sampai jumpa, dan salam cinta! J J

Sabtu, 22 Februari 2014

Senandung Negeriku



Di antara gedung tua
aku berjalan
menjadi saksi atas digemakannya
keesaan Tuhan, kemanusiaaan, dan keadilan
di sana ada banyak jiwa yang bergelora

Mereka itulah
anak-anak bangsa
yang Indonesia
            Mereka itulah
            pemimpin suatu masa
            yang Indonesia

Aku masih berjalan
di antara gedung tua
Indonesia Raya menggema
terbang di udara
penuh wibawa

Purwokerto, 28 Oktober 2013

Mata Garuda di Lensa Indonesia



Sayap panjang membentang
antara Merauke dan Sabang
 tiga puluh empat anakku
masih dalam rengkuhan
            tanah menjadi pijakan
            samudra menyimpan kekayaan
            udara menyeru kebebasan
meski waktu semakin berlalu
tiga puluh empat anakku
masih saja belajar merangkak
entah sampai kapan
mereka mampu terbang
mengalahkan gemerlapnya kehidupan
            tiga puluh empat anakku
            masih bergandeng tangan
            tetapi kaki-kaki mereka tidak mampu
            melangkah dalam satu desah arah

mataku memandang
lewat jendela lensa

pegunungan dimiliki tetangga
lembah direngkuh penguasa dunia
sedangkan anakku menangis
mengais sisa-sisa gerimis

mataku terpesona
pada gedung-gedung yang
menembus cakrawala
tetapi jalanan membentang
berujung di kemiskinan

tiga puluh empat anakku
dalam kemajuan gemilang yang
mendatang

            Purwokerto, 12 Januari 2014



Surga di Pematang Kita



Ini pematang kita
antara lembah dan sawah
yang tertawa dari suara bocah-bocah
bersama lembayung yang mewarnai senja
            bukankah ini surga bagi mereka
            yang tertuang dari gelas bernama
            Indonesia
Hanya di pamatang kita
pohon-pohon mengalirkan telaga
lewati ranting-ranting yang mengering
            bukankah ini surga bagi mereka
            yang terbentang dalam cakrawala
            Indonesia
Tetapi di pematang kita
engkau tabur benih racun
untuk sungai dan daun-daun
sehingga
bocah-bocah tak lagi tertawa menikmati surga
yang Indonesia

            Purwokerto, 11 Januari 2014