JOURNAL OF SOLITUDE

Solitude is my idea, to meet God

Minggu, 14 Juni 2015

Puisi Indopos edisi 14 Juni 2015

Jendela Johari 

Setiap nyala langit memeluk sepi
Tirai jendela makin menepi
/1/
Janganlah kamu sembunyi untuk bertemu  denganku
Kita bisa bicara lewat jendela yang kubuka
Selama pagi masih mengembun, sore meredam hujan
Di palung matamu tetaplah tempatku berkaca
Orang-orang bisa melihat segala rupa
Biar kutebar hening buluh perindu
Sampai sempurna

/2/
Lihatlah aku, mataku buta
Maka seluruh bunga luruh dalam dahaga
Kudengarkan rintih akar-akar tumbang
Suara kumbang kian menghilang
Lalu kau sembunyikan aku di ceruk nyalang matamu?
Disiksa sesakit-sakitnya
Dipalu rindu bertalu-talu
Sementara tanganku meraba cuaca
Yang paling murka

/3/
Aku merupa angin yang membelaimu pelan-pelan
Kusembunyikan sayap rindu berlepasan

Di balik gorden jendela dekat ranjang
Selembar cermin berkilauan
Sebagai tempatku membaca diri
Dari rangkaian cerita paling fantasi

/4/
Bukan sebab malam aku menutup jendela
Memang yang pulang segera meriba

Purwokerto,24 Mei 2015


Suara Pagi 

/1/
terbuat dari apa
hati yang tenang
ketika dapur
menyisakan kalimat-kalimat rindu
tidak terkatakan

/2/
melalui gelombang air
cerek tembaga di atas tungku
dzikir dituang ke dalam cangkir
lalu diseduh
uapnya akan menembus langit
lewat jalan-jalan paling wingit

/3/
melalui gelisah minyak nabati
segala kasih terhimpun tenang
bukankah ketukan talenan tadi
adalah permintaan paling abadi?


Purwokerto, 09 Mei 2015

Ikat Rambut 

pernah aku kehilangan ikat rambut
kau menyuntingkan sajak
dengan bunga mawar di telingaku
kaurisaukan fonem dan morfem
diikatnya bait paling ritmis

maaf, jantungku berdebar
seluruh tangan akan menyanggul
jangan nyatakan rindu
sebelum cahaya yang jelita mengecup bibirmu
dan aku sepenuhnya menjadi perempuan

sekarang aku ingin kehilangan ikat rambut
agar kau bisa menyuntingku seperti puisi

Purwokerto, 14 April 2015


Sambal Tomat 

Ayah, hari makin kusut
Cakrawala adalah tomat yang digoreng sampai keriput
Dua butir bawang putih, sejumput cabai merah, dan garam ikut berpagut
Terasi dibakar, nyala asap melesap
Merayakan upacara rahasia
Tomat dilumat, mengantar doa ke alamat
Waktu dari segala yang terberkati
Tidak lupa menuang gula, menyembunyikan sakit senantiasa

Makan malam
Kusiapkan nasi dari serpihan rezeki
Kucermati setiap butirannya, menjelma cahaya putih sebelum gulita
Sambil bercerita dan tertawa
Di atas olesan jelantah
Melepasi antah
Alhamdulillah,

Purwokerto, 30 Maret 2015


Jus Tomat 

Aku memotong sebutir tomat
Ada doa membunuh yang tersekat
Saat darah mulai mengucur
Sebutir tomat jadi hancur
Dari lubang-lubang parut
Goresan carutmarut

Aku menuangnya ke dalam gelas
Sebelum hatiku ikut mengelupas
Tiada mantra, aku mendengar
Rintih sebutir tomat yang luluh
Telingaku jadi semakin rapuh

Aku menambah air panas dan gula
Melebur bersama
Langit yang makin jingga


Purwokerto, 24 Maret 2015


Farikhatul ‘Ubudiyah, lahir di Banyumas pada Oktober 1995. Mahasiswa Jurusan Bimbingan Konseling Islam IAIN Purwokerto. Puisinya diantologikan dalam buku Kampus Hijau (STAINPress: 2015) dan Di Bawah Sadar Di Atas Sadar (FBKI: 2014).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar