___meja makan
Meja kayu berlapis irisan papan warna cokelat serupa
Dua cangkir minuman kesukaanmu yang telah bersanding
Pada wadah nasi bersama lauk untuk malam ini
Telah menghirupkan uap rindu lewat hidungku
Merasuk ke ruang paling lengang
Dalam tubuhku
Telinga
terjaga menunggu suara ketukan pintu
Meski selembut tik-tok arloji yang lekat di lingkar tanganmu
Kubayangkan langkahmu menggetarkan daun-daun kering di luar
Serupa kepingan tahu yang telah dingin di atas piring
Sungguh ingin segera kumakan tanpa dendam
Sebuah
kursi sepi sudah lama ingin diduduki
Di
situlah mataku khusyuk membasahi doa ketika lapar
Sebenarnya
ada pertunjukan sesumbul nasi yang menggelepar
Ikan-ikan kian terdampar, piring putih jelas menghampar
Sementara
sebatang sendok terbungkam, dan garpu
Semakin
menyayat ruang tungguku
___beranda
depan
Waktu
telah terbuat dari batu-batu gunung
Kau
membawanya sebagai pelengkap diorama di beranda
Gulirannya lambat, tertambat langkahmu yang makin sekarat
Di gang depan rumah ada yang merupa lorong cahaya
Aku menelanjangi gelap biar tersingkap dimana kau menyembunyikan cerita
Gerbang rumah tetangga yang bersisian
Pohon berakar kemarau semakin beraroma kematian
Selokan, papan pengumuman, berjajar halaman
Berasal dari dua butir mataku yang menyimpan khawatir
Merasuki
sunyi waktu yang terpelintir
___kamar

Pada
upaya persetubuhan malam dan lengang
Entah
kemana aku menempatkan tidur sebelum meningkapmu lewat jendela
Seperti angin yang tidak bertepat hati, menghabiskan berjibun cerita
dari kepalanya
Kelambu dan ranjang saling bertukar mimpi di sela tidurku yang ragu
Lampu-lampu dimatikan pada tenggat hari berganti
Setelah kau menyimpan pejamku di gagang pintu yang terkunci
Purwokerto, 01 September 2015
gambar ini saya ambil dari menulishuruf.blogspot.co.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar